Kisah
Maek
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA "SAHA" DI BUKIK POSUAK BAGIAN IV
Tiba-tiba suasana terasa hangat dengan sebuah lelucon yang diceritakan oleh Pondri Noza Datuak Sutan Nan Panjang. Regu penyelamat yang dari tadi berwajah serius jadi tertawa terbahak-bahak mendengar ceritanya, sehingga suasana berubah menjadi santai. Dt. Sutan Nan Panjang menceritakan sebuah kisah tentang Seorang Galiah yang banyak akal lagi lucu "Saha Lombok" namanya. Ia warga Sopan Tanah Maek, sudah lama meninggal dunia, nada bicaranya Lombok (lunak dan pelan) . "Bontuaknyo bontuak ka mati, tapi aka indak ilang (bentuknya seperti mau mati, tetapi akalnya tidak hilang", ulasnya.
Dt. Sutan Nan Panjang mengisahkan "Saha dengan beberapa orang lainnya mengampo Gambir di ladang mamaknya di atas bukit. Sedangkan ia ingin sekali menonton acara pacu Kuda di Payakumbuh namun mamaknya melarang. Lalu Saha pura-pura pingsan dan ia ditandu dengan kain sarung pulang ke kampungnya. Karena kelelahan, di tengah perjalanan Saha diletakkan orang diatas rerumputan, disana ada semut Salimbado. Saha kesakitan, mulutnya berbuih dan badannya menggigil menahan rasa sakit digigit semut Salimbado. Melihat kondisi demikian orang-orang semakin percaya bahwa ia memang benar-benar sakit parah. Sesampainya di kampung Saha siuman lalu disuapi makan dan diberi minum oleh istrinya si Siti kemudian ia disuruh istirahat tidur. Ketika orang-orang di rumah tidak ada, si Siti sedang di sawah, Saha makan lagi sekenyang-kenyangnya. "Eh... ia lupa, kan lagi pura-pura sakit" ingatnya. Supaya tidak ketahuan lalu ia memasukkan kucing ke dalam songkok nasi terus tidur lagi supaya dikira yang memakan nasi itu adalah Kucing. Keesokan harinya Saha dibawa berobat ke Payakumbuh, Ia tidak ke rumah sakit, tetapi pergi ke lapangan Kubu Gadang menonton pertandingan Pacu Kuda.
Ha ha ha ha haha ha ha kita semua tertawa terbahak-bahak mendengar ceritanya. "Lai ka indak ka bantuak Saha pulo ko Malin? Dek Panek turun bukik, baimbau bantuan (kamu tidak seperti Saha ini kan Malin? Karena penat turun dari bukit lalu kamu panggil bantuan), ndak kan?" ledek Dt. Sutan Nan Panjang. "Ha ha ha aha ha ndak lah Da, saya memang asli sakit, pinggang dan punggung saya memang benar-benar tidak bisa digerakkan" sanggah saya. Sejak itu saya dipanggil sebagai "Saha Lombok".
Batrai Handphone saya sudah habis keduanya lalu HP itu saya titipkan kepada bidan Erika Mardiana. Sedangkan Dt. Sutan Nan Panjang dan Halim nampak sedang berkoordinasi dengan regu pencari lainnya via telpon. Dari percakapan mereka diketahui bahwa regu BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sudah separoh jalan menuju Posuak. Sedangakan dari perkampungan sudah terdengar pula adzan Isya, kembali saya melaksanakan shalat sambil berbaring dengan gerakan isyarat saja.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. Dt. Sutan Nan Panjang beserta yang lainnya mengambil inisiatif untuk segera mengevakuasi saya. Halim dan yang lainnya menebang sebatang pohon kecil untuk digunakan sebagai tandu mengangkat saya dengan dua lembar kain sarung. Ayo.. satu.. dua.. tiga... regu penyelamat serentak memanggul saya dengan sebatang kayu. Awalnya Halim mengarahkan jalan ke Pematang Panjang, namun karena medannya belum dikenali kemudian balik lagi ke belakang mengambil jalan ke lubang Posuak Saja. Terbayang letihnya memanggul kayu kecil itu dengan berat beban lebih 74 Kg. Kadang mereka terseok-seok, kadang sempoyongan pula, entah mereka digigit serangga atau luka ditusuk duri entahlah, Allah lebih tahu dan saya bermohon semoga diberi balasan yang berlipat ganda.
Saya ditandu pelan-pelan melalui jalan sempit dan curam, di kirinya ada tebing dan di kanannya ada lurah pula. Ketika mereka penat, saya diletakkan diatas tanah, enak rasanya punggung dan pinggang ini tatkala tertekan batu tumpul atau kayu-kayu kecil. Ketika dipanggul, punggung saya sering tergesek sampai ke tanah, kadang diurut batu dan kadang pula diremas akar kayu. "Gimana Saha... sakit?" tanya Dt. Sutan Nan Panjang. "Tidak uda, rasanya seperti diurut" jawab saya. "Ah bercanda Saha, masak iya rasa diurut, lawak Saha ma, ha hah ah a". "Benar uda, memang benar enak". "Ah ndak percaya, bergurau saja Saha ini" jawabnya. Kadang kain sarung itu meluncur ke belakang, sehingga saya jatuh ke tanah, susah sekali mereka memanggul kayu itu, kayunya kecil sehingga sakit pula bahu mereka jadinya. Untuk menahan supaya saya tidak jatuh, diantara mereka ada yang menarik celana saya dari kaki sampai ke pinggang. Regu penyelamat ini terdiri dari berbagai unsur, diantara mereka ada pemuda, niniak-mamak, kepala jorong, anggota polisi dan petugas medis. Subhanallah, ya Allah berilah kemudahan terhadap hidup mereka dan berilah pahala yang berlipat ganda. Amin.
Suasana Lurah Posuak semakin gelap, kondisi penerangan kurang memadai, lampu senter kepala hanya ada satu, sedang yang lainnya hanya memakai lampu senter dari Hp saja. Jangkrik dan makhluk malam lainnya sudah keluar dari persembunyian meneriakkan yel-yel masing-masing. Kalaulah tidak ada hajat seperti ini mungkin tidak akan ada orang yang berani datang ke sini, seram dan curam berbahaya. Sesekali saya disapa juga oleh anggota polisi atau yang lainnya meneriakkan "Saha...". Saya biasanya menjawab "yop.. semangat pak". Kemudian sampailah regu penyelamat membawa saya ke sebuah tempat yang agak tinggi, mereka kesulitan menaikkan saya ke atasnya, kain sarung itu selalu terpeleset dari kayu penyangga. Pinggul saya tersangkut di akar kayu, saya khawatir kedua dompet saya terjatuh, lalu saya periksa alhamdulillah masih ada. Supaya lebih aman kemudian dompet itu saya titipkan kepada Dt. Sutan Nan Panjang.
Mereka serentak bersama-sama menarik dan mendorong saya hingga sampailah diatas kemudian meletakkan saya di tanah. Subhanallah... jujur saya tidak ada merasakan sakit ataupun ngilu ketika itu, memang berasa diurut, he he he. Saya luruskan kaki menikmatinya. "Baa Saha" ledek Dt. Sutan Nan Panjang. "Saha kok sakik bana galak lai co itu juo baru da" jawab saya bercanda. "yo baitu Saha, bagalak-galak kito basamo-samo supayo indak taraso paenek" sahut yang lain.
Hanya sekitar 200 meter regu penyelamat pertama ini bisa menandu saya dengan kain sarung. Setelah itu diserahkan kepada regu BPBD dan BASARNAS karena medannya terlalu sulit. Saya diamankan dengan tandu khusus kemudian diberi tali-menali pengaman dan diselimuti dengan kain sarung. "Yo lamak di ateh tandu iko yo Saha, angek kan?" tanya Dt. Sutan Nan Panjang. "Indak ado lai da, yo sabana sero" jawab saya.
Jalan di tepi tebing itu begitu sempit, tidak ada jalan lain selain mengatrol saya. Mula-mula regu penyelamat menurunkan saya ke dalam lurah, kemudian dinaikkan lagi ke seberangnya. Banyak tanah masuk ke telinga dan leher saya, muka sering disiram dedaunan kering dan kadang tergores ranting kecil. Untuk mengantisipasinya salah seorang petugas memakaikan BUFF (Multi Function Bandana) menutupi wajah saya yaitu sejenis kain syal yang terbuat dari bahan microfiber polyester elastis, bisa digunakan sebagai masker (scarf), penutup mulut dan hidung, leher serta kepala. Proses itu berjalan lebih kurang setengah jam. Selain tubuh saya berat, penghalang lainnya adalah kondisi medan, jurang yang dalam serta celah tebingnya begitu sempit untuk dilalui. Kemudian sampailah kita di Posuak.
"Kami sampaikan juo maksud Saha naik ka Bukik Posuak ko Saha a" kata Dt. Sutan Nan Panjang. "Ondeh.. iko nyo nan Posuok tu da? Tarimokasih banyak, sampai juo Saha kamari jadinyo" jawab saya. Di teras Posuak itu saya diletakkan ditempat yang aman dari angin kencang, gabungan regu penyelamat itu beristirahat dulu di situ, makan minum seadanya. Saya juga disuapi makan dan diberi minum. Dt. Sutan Nan Panjang selalu mencandai saya, "Apo lai Saha, apo nan kurang, kini Saha manjadi rajo, apo kebutuhan Saha kami nan manyadiokan" katanya terkekeh-kekeh. "Gata bahu Saha da, banyak tanah masuak ka dalam talingo" pinta saya. "Waang ingin mauji bana kasiah den ka waang yo Saha. Maa nyo nan gata tu bia den gawuik" jawabnya penuh perhatian. He he he he
Ada satu masalah lagi, setelah minum itu saya jadi kebelet pipis. "Bang.. tolong bang.. saya kebelet pipis, tolong dimiringkan tandunya ya bang" pinta saya ke tim Sar. Lalu dua orang petugas memiringkan tandu dan saya bersiap-siap mau pipis. "Tolong matikan lampu senter ya bang, gak mau keluar pipisnya, malu" kata saya jujur. "Ha aha hahaha kami matian malah" kata abang-abang tu". Ada beberapa menit tandu itu dimiringkan tetapi pipis saya tidak tuntas keluar semuanya, namun rasa sakit yang menyesak di ari-ari sejak tadi sudah hilang, alhamdulillah.
Setelah istirahat di teras Posuak, proses evakuasi dilanjutkan. Tandu tidak bisa diangkat, karena jalan begitu sempit, di kanannya ada dinding batu dan di kirinya terdapat jurang pula. Tandu hanya bisa ditarik saja pelan-pelan oleh tim penyelamat. Saya sampai tertidur beberapa jam lamanya, sempat juga saya dikerjai oleh tim ketika tidur, suara ngorok saya diperdengarkan ke Radio HT oleh regu penyelamat memberi laporan kepada Komandan bahwa korban aman-aman saja, he he he he he. Saya batuk-batuk bertanda telah bangun dari tidur, seseorang memanggil saya "Saha.. yo lamak lalok ang yo, kami lah panek-panek bajalan, Saha lalok lamaknyo di elo" canda mereka. "Iyo bang, terimakasih, aa juo ka kajo Saha lai da, dek lamak ayunnyo, tantu talalok Saha jadinyo" jawab saya ngantuk. Sekira jam tiga subuh, regu penyelamat istirahat lagi, saya diletakkan di posisi yang aman, lalu mereka makan dan minum, saya disuapi kacang padi oleh seorang petugas. Ketika itu regu penyelamat hanya tinggal beberapa orang laki-laki dewasa saja, yang lainnya sudah turun duluan. Dt. Sutan Nan Panjang masih terlihat di sana, walaupun sudah penat, namun suaranya masih terdengar menggelegar membuat ketawa semuanya, ha ha ha ha ha.
"Alah Saha, bajalan awak lai?" kata Dt. Sutan Nan Panjang, "tunggu dulu Da, saya kebelet pipis" kata saya. Tanpa diminta dua orang petugas segera memiringkan tandu ke kiri dan mematikan lampu senter. He he heh he he mereka sudah paham kalau saya pemalu. Perjalanan dilanjutkan, Dt. Sutan Nan Panjang berkata "Saha... tibo di bawah beko jan bajalan pulo wa ang ndak... kami sipak-sipak ang beko, alah panek kami manjapuik ka bukik Posuak mah, indak lalok bagai do ha". "Ha ha ha ha ha ha, iko asli sakik mah da, indak ka talok bagai bajalan dek Saha do" jawab saya.
Tandu terus ditarik, kadang diangkat kadang dijinjing, tapi lebih banyak ditarik di tanah. "Yo barek ang mah Saha, bamutilasi mambaok ang ka bawah namuah nyo lai ko, beko sampai dibawah dipasangkan baliak" canda Dt. Sutan Nan Panjang. Ha ha ha ha ha hah ha semua orang ketawa. Memang terasa hangat suasana malam itu dengan guraun-gurauannya, candaan itu bagai tambahan vitamin bagi saya"Jikok pai manonton pacu kudo ang beko Saha jan tahu urang ndak" tambah nya lagi. H aha aha ha ha saya ketawa.
"Ko ado carito tentang Saha ciek lai ha" celoteh Dt. Sutan Nan Panjang sambil menarik tandu, anggota yang lainnya diam saja menyimak ceritanya. "Suatu hari si Saha mau berangkat ke Kapur IX mengampo Gambir, namun ia tidak memiliki ongkos. Lalu ia berjalan ke rumah-rumah keluarganya mengatakan kalau ia besok mau pergi ke Manggilang apakah etek-etek ada yang akan berkirim Saka? tanya Saha. Daripada jauh berangkat sendiri ke pasar Manggilang, lebih baik berkirim saja kepada Saha ini fikir etek-eteknya. Lalu mereka menitipkan uang minta dibelikan Saka (gula merah) kepada Saha, ada yang berkirim 1 Kg, ada yang 2 Kg dan sebagainya. Saha ketawa, duit banyak di tangannya, ongkosnya ke Kapur IX sudah aman. Sepulang dari sana lalu ia belikan kiriman etek-eteknya tadi. Sesampai di kampung mereka bertanya "mengapa kamu terlambat Saha?" jawabnya "Ayia Gadang tek awak indak bisa manyubarang". Ha aha ha aha hahaa semua orang tertawa mendengar ceritanya. Walaupun kaki sudah sakit namun semangat tetap hangat. Ha ha ha ha ha
Satu setengah jam kemudian anggota regu kelelahan, semuanya tertidur di Parontian Galak demikian juga dengan saya. Sebelum tidur saya minta kepada salah seorang petugas untuk membuka tali ikatan di kedua kaki saya biar saya bisa menekuk lutut supaya lebih nyaman tidurnya.
Dt. Sutan Nan Panjang mengisahkan "Saha dengan beberapa orang lainnya mengampo Gambir di ladang mamaknya di atas bukit. Sedangkan ia ingin sekali menonton acara pacu Kuda di Payakumbuh namun mamaknya melarang. Lalu Saha pura-pura pingsan dan ia ditandu dengan kain sarung pulang ke kampungnya. Karena kelelahan, di tengah perjalanan Saha diletakkan orang diatas rerumputan, disana ada semut Salimbado. Saha kesakitan, mulutnya berbuih dan badannya menggigil menahan rasa sakit digigit semut Salimbado. Melihat kondisi demikian orang-orang semakin percaya bahwa ia memang benar-benar sakit parah. Sesampainya di kampung Saha siuman lalu disuapi makan dan diberi minum oleh istrinya si Siti kemudian ia disuruh istirahat tidur. Ketika orang-orang di rumah tidak ada, si Siti sedang di sawah, Saha makan lagi sekenyang-kenyangnya. "Eh... ia lupa, kan lagi pura-pura sakit" ingatnya. Supaya tidak ketahuan lalu ia memasukkan kucing ke dalam songkok nasi terus tidur lagi supaya dikira yang memakan nasi itu adalah Kucing. Keesokan harinya Saha dibawa berobat ke Payakumbuh, Ia tidak ke rumah sakit, tetapi pergi ke lapangan Kubu Gadang menonton pertandingan Pacu Kuda.
Ha ha ha ha haha ha ha kita semua tertawa terbahak-bahak mendengar ceritanya. "Lai ka indak ka bantuak Saha pulo ko Malin? Dek Panek turun bukik, baimbau bantuan (kamu tidak seperti Saha ini kan Malin? Karena penat turun dari bukit lalu kamu panggil bantuan), ndak kan?" ledek Dt. Sutan Nan Panjang. "Ha ha ha aha ha ndak lah Da, saya memang asli sakit, pinggang dan punggung saya memang benar-benar tidak bisa digerakkan" sanggah saya. Sejak itu saya dipanggil sebagai "Saha Lombok".
Batrai Handphone saya sudah habis keduanya lalu HP itu saya titipkan kepada bidan Erika Mardiana. Sedangkan Dt. Sutan Nan Panjang dan Halim nampak sedang berkoordinasi dengan regu pencari lainnya via telpon. Dari percakapan mereka diketahui bahwa regu BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sudah separoh jalan menuju Posuak. Sedangakan dari perkampungan sudah terdengar pula adzan Isya, kembali saya melaksanakan shalat sambil berbaring dengan gerakan isyarat saja.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. Dt. Sutan Nan Panjang beserta yang lainnya mengambil inisiatif untuk segera mengevakuasi saya. Halim dan yang lainnya menebang sebatang pohon kecil untuk digunakan sebagai tandu mengangkat saya dengan dua lembar kain sarung. Ayo.. satu.. dua.. tiga... regu penyelamat serentak memanggul saya dengan sebatang kayu. Awalnya Halim mengarahkan jalan ke Pematang Panjang, namun karena medannya belum dikenali kemudian balik lagi ke belakang mengambil jalan ke lubang Posuak Saja. Terbayang letihnya memanggul kayu kecil itu dengan berat beban lebih 74 Kg. Kadang mereka terseok-seok, kadang sempoyongan pula, entah mereka digigit serangga atau luka ditusuk duri entahlah, Allah lebih tahu dan saya bermohon semoga diberi balasan yang berlipat ganda.
Saya ditandu pelan-pelan melalui jalan sempit dan curam, di kirinya ada tebing dan di kanannya ada lurah pula. Ketika mereka penat, saya diletakkan diatas tanah, enak rasanya punggung dan pinggang ini tatkala tertekan batu tumpul atau kayu-kayu kecil. Ketika dipanggul, punggung saya sering tergesek sampai ke tanah, kadang diurut batu dan kadang pula diremas akar kayu. "Gimana Saha... sakit?" tanya Dt. Sutan Nan Panjang. "Tidak uda, rasanya seperti diurut" jawab saya. "Ah bercanda Saha, masak iya rasa diurut, lawak Saha ma, ha hah ah a". "Benar uda, memang benar enak". "Ah ndak percaya, bergurau saja Saha ini" jawabnya. Kadang kain sarung itu meluncur ke belakang, sehingga saya jatuh ke tanah, susah sekali mereka memanggul kayu itu, kayunya kecil sehingga sakit pula bahu mereka jadinya. Untuk menahan supaya saya tidak jatuh, diantara mereka ada yang menarik celana saya dari kaki sampai ke pinggang. Regu penyelamat ini terdiri dari berbagai unsur, diantara mereka ada pemuda, niniak-mamak, kepala jorong, anggota polisi dan petugas medis. Subhanallah, ya Allah berilah kemudahan terhadap hidup mereka dan berilah pahala yang berlipat ganda. Amin.
Suasana Lurah Posuak semakin gelap, kondisi penerangan kurang memadai, lampu senter kepala hanya ada satu, sedang yang lainnya hanya memakai lampu senter dari Hp saja. Jangkrik dan makhluk malam lainnya sudah keluar dari persembunyian meneriakkan yel-yel masing-masing. Kalaulah tidak ada hajat seperti ini mungkin tidak akan ada orang yang berani datang ke sini, seram dan curam berbahaya. Sesekali saya disapa juga oleh anggota polisi atau yang lainnya meneriakkan "Saha...". Saya biasanya menjawab "yop.. semangat pak". Kemudian sampailah regu penyelamat membawa saya ke sebuah tempat yang agak tinggi, mereka kesulitan menaikkan saya ke atasnya, kain sarung itu selalu terpeleset dari kayu penyangga. Pinggul saya tersangkut di akar kayu, saya khawatir kedua dompet saya terjatuh, lalu saya periksa alhamdulillah masih ada. Supaya lebih aman kemudian dompet itu saya titipkan kepada Dt. Sutan Nan Panjang.
Mereka serentak bersama-sama menarik dan mendorong saya hingga sampailah diatas kemudian meletakkan saya di tanah. Subhanallah... jujur saya tidak ada merasakan sakit ataupun ngilu ketika itu, memang berasa diurut, he he he. Saya luruskan kaki menikmatinya. "Baa Saha" ledek Dt. Sutan Nan Panjang. "Saha kok sakik bana galak lai co itu juo baru da" jawab saya bercanda. "yo baitu Saha, bagalak-galak kito basamo-samo supayo indak taraso paenek" sahut yang lain.
Hanya sekitar 200 meter regu penyelamat pertama ini bisa menandu saya dengan kain sarung. Setelah itu diserahkan kepada regu BPBD dan BASARNAS karena medannya terlalu sulit. Saya diamankan dengan tandu khusus kemudian diberi tali-menali pengaman dan diselimuti dengan kain sarung. "Yo lamak di ateh tandu iko yo Saha, angek kan?" tanya Dt. Sutan Nan Panjang. "Indak ado lai da, yo sabana sero" jawab saya.
Jalan di tepi tebing itu begitu sempit, tidak ada jalan lain selain mengatrol saya. Mula-mula regu penyelamat menurunkan saya ke dalam lurah, kemudian dinaikkan lagi ke seberangnya. Banyak tanah masuk ke telinga dan leher saya, muka sering disiram dedaunan kering dan kadang tergores ranting kecil. Untuk mengantisipasinya salah seorang petugas memakaikan BUFF (Multi Function Bandana) menutupi wajah saya yaitu sejenis kain syal yang terbuat dari bahan microfiber polyester elastis, bisa digunakan sebagai masker (scarf), penutup mulut dan hidung, leher serta kepala. Proses itu berjalan lebih kurang setengah jam. Selain tubuh saya berat, penghalang lainnya adalah kondisi medan, jurang yang dalam serta celah tebingnya begitu sempit untuk dilalui. Kemudian sampailah kita di Posuak.
"Kami sampaikan juo maksud Saha naik ka Bukik Posuak ko Saha a" kata Dt. Sutan Nan Panjang. "Ondeh.. iko nyo nan Posuok tu da? Tarimokasih banyak, sampai juo Saha kamari jadinyo" jawab saya. Di teras Posuak itu saya diletakkan ditempat yang aman dari angin kencang, gabungan regu penyelamat itu beristirahat dulu di situ, makan minum seadanya. Saya juga disuapi makan dan diberi minum. Dt. Sutan Nan Panjang selalu mencandai saya, "Apo lai Saha, apo nan kurang, kini Saha manjadi rajo, apo kebutuhan Saha kami nan manyadiokan" katanya terkekeh-kekeh. "Gata bahu Saha da, banyak tanah masuak ka dalam talingo" pinta saya. "Waang ingin mauji bana kasiah den ka waang yo Saha. Maa nyo nan gata tu bia den gawuik" jawabnya penuh perhatian. He he he he
Ada satu masalah lagi, setelah minum itu saya jadi kebelet pipis. "Bang.. tolong bang.. saya kebelet pipis, tolong dimiringkan tandunya ya bang" pinta saya ke tim Sar. Lalu dua orang petugas memiringkan tandu dan saya bersiap-siap mau pipis. "Tolong matikan lampu senter ya bang, gak mau keluar pipisnya, malu" kata saya jujur. "Ha aha hahaha kami matian malah" kata abang-abang tu". Ada beberapa menit tandu itu dimiringkan tetapi pipis saya tidak tuntas keluar semuanya, namun rasa sakit yang menyesak di ari-ari sejak tadi sudah hilang, alhamdulillah.
Setelah istirahat di teras Posuak, proses evakuasi dilanjutkan. Tandu tidak bisa diangkat, karena jalan begitu sempit, di kanannya ada dinding batu dan di kirinya terdapat jurang pula. Tandu hanya bisa ditarik saja pelan-pelan oleh tim penyelamat. Saya sampai tertidur beberapa jam lamanya, sempat juga saya dikerjai oleh tim ketika tidur, suara ngorok saya diperdengarkan ke Radio HT oleh regu penyelamat memberi laporan kepada Komandan bahwa korban aman-aman saja, he he he he he. Saya batuk-batuk bertanda telah bangun dari tidur, seseorang memanggil saya "Saha.. yo lamak lalok ang yo, kami lah panek-panek bajalan, Saha lalok lamaknyo di elo" canda mereka. "Iyo bang, terimakasih, aa juo ka kajo Saha lai da, dek lamak ayunnyo, tantu talalok Saha jadinyo" jawab saya ngantuk. Sekira jam tiga subuh, regu penyelamat istirahat lagi, saya diletakkan di posisi yang aman, lalu mereka makan dan minum, saya disuapi kacang padi oleh seorang petugas. Ketika itu regu penyelamat hanya tinggal beberapa orang laki-laki dewasa saja, yang lainnya sudah turun duluan. Dt. Sutan Nan Panjang masih terlihat di sana, walaupun sudah penat, namun suaranya masih terdengar menggelegar membuat ketawa semuanya, ha ha ha ha ha.
"Alah Saha, bajalan awak lai?" kata Dt. Sutan Nan Panjang, "tunggu dulu Da, saya kebelet pipis" kata saya. Tanpa diminta dua orang petugas segera memiringkan tandu ke kiri dan mematikan lampu senter. He he heh he he mereka sudah paham kalau saya pemalu. Perjalanan dilanjutkan, Dt. Sutan Nan Panjang berkata "Saha... tibo di bawah beko jan bajalan pulo wa ang ndak... kami sipak-sipak ang beko, alah panek kami manjapuik ka bukik Posuak mah, indak lalok bagai do ha". "Ha ha ha ha ha ha, iko asli sakik mah da, indak ka talok bagai bajalan dek Saha do" jawab saya.
Tandu terus ditarik, kadang diangkat kadang dijinjing, tapi lebih banyak ditarik di tanah. "Yo barek ang mah Saha, bamutilasi mambaok ang ka bawah namuah nyo lai ko, beko sampai dibawah dipasangkan baliak" canda Dt. Sutan Nan Panjang. Ha ha ha ha ha hah ha semua orang ketawa. Memang terasa hangat suasana malam itu dengan guraun-gurauannya, candaan itu bagai tambahan vitamin bagi saya"Jikok pai manonton pacu kudo ang beko Saha jan tahu urang ndak" tambah nya lagi. H aha aha ha ha saya ketawa.
"Ko ado carito tentang Saha ciek lai ha" celoteh Dt. Sutan Nan Panjang sambil menarik tandu, anggota yang lainnya diam saja menyimak ceritanya. "Suatu hari si Saha mau berangkat ke Kapur IX mengampo Gambir, namun ia tidak memiliki ongkos. Lalu ia berjalan ke rumah-rumah keluarganya mengatakan kalau ia besok mau pergi ke Manggilang apakah etek-etek ada yang akan berkirim Saka? tanya Saha. Daripada jauh berangkat sendiri ke pasar Manggilang, lebih baik berkirim saja kepada Saha ini fikir etek-eteknya. Lalu mereka menitipkan uang minta dibelikan Saka (gula merah) kepada Saha, ada yang berkirim 1 Kg, ada yang 2 Kg dan sebagainya. Saha ketawa, duit banyak di tangannya, ongkosnya ke Kapur IX sudah aman. Sepulang dari sana lalu ia belikan kiriman etek-eteknya tadi. Sesampai di kampung mereka bertanya "mengapa kamu terlambat Saha?" jawabnya "Ayia Gadang tek awak indak bisa manyubarang". Ha aha ha aha hahaa semua orang tertawa mendengar ceritanya. Walaupun kaki sudah sakit namun semangat tetap hangat. Ha ha ha ha ha
Satu setengah jam kemudian anggota regu kelelahan, semuanya tertidur di Parontian Galak demikian juga dengan saya. Sebelum tidur saya minta kepada salah seorang petugas untuk membuka tali ikatan di kedua kaki saya biar saya bisa menekuk lutut supaya lebih nyaman tidurnya.
Bersambung ke:
KELANJUTAN KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA "MALIN" DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN V
Baca juga:
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DARI BUKIK POSUAK MAEK I (Klik disini)
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN II (Klik disini)
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN III (Klik disini)
Baca juga:
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DARI BUKIK POSUAK MAEK I (Klik disini)
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN II (Klik disini)
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN III (Klik disini)
Via
Kisah
baru mandanga kaba wak ustad saha ado kamalangan a,,,,,,,,,,,,,,baa kini ustd saha lah mulai cegak mkn yo,maaf ndk bisa ka situ ustad,,,,,,,,,,,,,,,
BalasHapush ha ha ha ha uda ba saha pulo ka awak a.. ha ha ha ha
BalasHapusawak alah di lasi kini da. di istana selaras alam. ini hari pertama dari tiga hari yang dijadwalkan. dimaa kini da..